At Taujih

Mengawal Wacana Iqomatuddiin

KEPADA MEREKA YG CENDERUNG PADA ORANG-ORANG DHALIM DAN TAGHUT

وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ (١١٣)
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (Huud: 113)

Sesungguhnya kedhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Karena kedhaliman inilah ummat manusia beserta keturunannya dan bumi dengan segala yang ada di dalamnya menjadi rusak. Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mengingkari kedhaliman, mencegahnya dengan sekuat tenaga dan haram hukumnya untuk cenderung kepadanya. Dengan sebab ini semua, bumi akan menjadi aman, manusia menjadi bahagia dan jauh dari bencana serta adzab dari Allah Ta’ala.

Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat). [ QS. Az Zuhruf : 65 ].
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam juga bersabda :

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا ظَالِمًا فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika manusia melihat orang yang berbuat dzalim, namun mereka tidak mencegahnya, hampir saja Allah meratakan siksaan kepada mereka semuanya.” [ HR. At Turmudzi ]

Yang demikian itu karena seluruh manusia memiliki tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala atas berbagai kedhaliman di bumi. Kecuali jika seseorang sudah berusaha untuk mencegah kedhaliman dengan sekuat tenaga, dan ternyata kedhaliman tersebut masih dan terus berjalan. Jika ancaman tersebut ditujukan kepada orang-orang shalih yang tidak mau amar ma’ruf nahyu munkar, bagaimana dengan orang yang cenderung pada orang-orang dhalim dengan menjadi pegawai dan pembantu mereka ?. Sungguh itu lebih layak untuk mendapatkan ancaman Allah Ta’ala dengan adzab yang pedih.

Bentuk cenderung pada orang-orang dzalim
الركون di dalam ayat adalah الميل اليسير yaitu kecenderungan yang sedikit sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli tafsir. Diantaranya adalah imam Al Qurtubi berkata dalam tafsirnya, “bahwa ar rukuun [ cenderung ] secara bahasa adalah menyandarkan dan tenang terhadap sesuatu serta ridho dengannya”.

Kecenderungan kepada orang-orang zalim ini menyebabkan pelakunya mendapatkan ancaman sentuhan api neraka.
Sedangkan perkataan para ulama mufassirin dalam menafsirkan ayat di atas telah menjelaskan bentuk-bentuk cenderung pada orang-orang dhalim dengan jelas. Diantara penjelasan tersebut antara lain ;

Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa pada ayat tersebut ada dua larangan. Pertama larangan untuk cenderung pada ahli syirik. Dan yang kedua adalah larangan bermudahanah terhadap orang-orang dhalim sebagaimana firman Allah Ta’ala : Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). Dan mudahanah [ QS. Al qolam : 9 ] adalah bentuk kemunafikan. Sedangkan mudahanah hanya akan terjadai dengan keridhoan atas kedholiman serta tidak mau mengingkarinya. Sedangkan Ibnu Katsir menukil perkataan Hasan al Bashri berkata : Janganlah kalian menolong suatu kedholiman. Karena hal itu menunjukkan keridhoan kalian terhadap permutan mereka. [ Tafsir Ibnu Katsir ].

Berkata Az Zamahsyari : Janganlah kalian cenderung kepada para taghut yang dhalim dengan berbagai bentuk kecendrungan pada mereka seperti bertemen dan cenderungnya hati kalian. Karena sesungguhnya hal itu telah melampui batas dalam berserikat pada mereka. Maka kalian akan tersentuh api neraka. [ al kassyaf : 2/433].

Sedangkan Imam Al Baidhowi berkata : yang dimaksud ar rukuun [ cenderung ] adalah kecendrungan yang amat ringan. Maknanya janganlah cenderung pada mereka walaupun dengan kecendrungan yang amat ringan karena kalian akan tersentuh api neraka. Jika cenderung dengan orang-orang dhalim sedikit saja tidak boleh, bagaimana dengan orang yang bersahabat dengan mereka dan cenderung dengan segala yang mereka lakukan ?. [ Tafsir al baidhowi halaman : 258 ].

Al Imam Sufyan Ats Tsauriy rahimahullah berkata:
مَنْ لاَقَ لَهُمْ دَوَاةً أَوْ بَرَى لَهُمْ قَلَماً، أَوْ نَاوَلَهُمْ قِرْطَاساً، دَخَلَ فِي هَذَا
“Barangsiapa mencairkan tinta bagi mereka (orang-orang zalim) atau merautkan pena bagi mereka atau menyodorkan kertas kepada mereka, maka hal itu telah masuk dalam hal ini” (Dinukil dari Majmu’ Fatawa Asy Syaikh Abi Humam, juz 2 hal: 16)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: ”Banyak dari salaf mengatakan: A’wan (para pembantu) orang-orang zalim adalah orang yang membantu mereka walau hanya sekedar dia mencairkan tinta bagi mereka atau merautkan pena bagi mereka. Dan di antara salaf ada yang mengatakan: Bahkan orang yang mencucikan pakaian mereka adalah termasuk a’wan (para pembantu) mereka. Dan a’wan mereka itu adalah termasuk teman sejawat mereka yang disebutkan di dalam ayat: “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah….”(Ash Shaaffaat: 22) karena sesungguhnya orang yang membantu terhadap kebaikan dan taqwa maka ia termasuk golongan orang-orang itu, sedangkan orang yang membantu terhadap dosa dan aniaya maka ia teramasuk golongan orang-orang itu. Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.” (An Nisa: 85). Pemberi syafa’at adalah orang yang membantu orang lain sehingga dia bersamanya menjadi genap setelah sebelumnya adalah ganjil, oleh sebab itu syafa’at yang baik telah ditafsirkan juga dengan membantu orang-orang mukmin terhadap jihad, sedangkan syafa’at yang buruk telah ditafsirkan juga dengan membantu orang-orang kafir terhadap memerangi kaum muslimin sebagaimana hal itu telah dituturkan oleh Ibnu Jarir dan Abu Sulaiman……” (Majmu’ Al Fatawa: 7/64) selesai.

Jika mencairkan tinta, merautkan pena, menyodorkan kertas kepada orang-orang dhalim dan para taghut adalah bentuk cenderung pada mereka, bagaimana dengan orang yang bekerja, setia dan bahkan siap menolong dan menjadi pendukung dalam suka dan duka ?, maka mereka lebih layak untuk disebut dengan cenderung pada mereka. Dan mereka lebih layak untuk mendapatkan sentuhan api neraka di akhirat.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah mewasiatkan pada kita sekalian saat kedhaliman merajalela untuk menjauhi mereka. Hal ini sebagaimana sabda beliau ;

لَيَأْتِيَنَّ عَلَيْكُمْ أُمَرَاء يُقَرِّبُوْنَ شِرَارِ النَّاسِ وَيُؤَخِّرُوْنَ الصَّلاَةَ عَنْ مَوَاقِيْتِهَا فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلاَ يَكُوْنَنَّ عَرِيْفاً وَلاَ شُرْطِياًّ وَلاَ جَابِياً وَلاَ خَازِناً
Akan datang pada kalian para pemimpin yang mendekat pada sejelek-jelek manusia. Mereka mengakhirkan shalat pada waktunya, maka barangsiapa mendapati mereka, janganlah kalian menjadi penasehat, polisi, penarik bajak, dan bendahara. [ HR. Ibnu Hibban, silsilah as shahihah : 360 ].

Pesan dari hadist di atas adalah larangan untuk menjadi pegawai-pegawai yang mendukung pada pemerintahan yang dhalim. Karena bekerja pada pemerintahan tersebut sama dengan menolong dan mendukung terhadap kedhaliman dan berserikat pada perbuatan dosa.

Siapakah orang-orang dholim itu ?
Dhalim secara bahasa adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya yang seharusnya ia tempati [ mufradat li alfadhil qur’an 537 ]. Sedangkan para ahli tafsir ketika menafsirkan firman Allah “ orang-orang dhalim “ dalam ayat tersebut ada dua makna. Pertama adalah ahlu syirik. Ayat ini melarang pada umat islam untuk menjauhi mereka. Sedang makna kedua adalah setiap orang yang berbuat dhalim dari orang-orang musyrik dan juga kaum muslimin. Karena lafadz pada ayat tersebut umum untuk orang mukmin dan kafir. Pendapat inilah yang diambil oleh imam al qurtubi dan berkata : Inilah adalah pendapat yang benar dari ayat tersebut. Dan ayat ini memerintahkan untuk menjauhi orang-orang kafir, ahli maksiat dan ahlul bid’ah serta yang lainnya. Karena bersahabat dengan mereka adalah kekufuran dan atau kemaksiatan. Dan persahabatan itu tidak lahir kecuali karena ada perasaan cinta.

Sedangkan Imam as Syaukani mengambil pekataan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan : Sesungguhnya makna ayat ini umum terhadap kedhaliman tanpa membedakan orang kafir ataupun muslim. Dan inilah yang nampak jelas dari ayat tersebut. Dan jika kita hanya membatasi bahwa orang-orang dhalim itu hanyalah orang-orang musyrik, maka hal itu menyelisihi qoidah “ al ‘ibrotu bi ‘umuumil al lafdhi laa bi khushusi sabab “ [ pengambilan pelajaran itu diambil dari umumnya lafadz bukan dari khususnya sebab ]. [ Fathul qodir 2/765 ].

Dan tidaklah ada kedhaliman hari ini yang lebih besar dari tidak diterapkannya syari’at islam untuk mengatur manusia di bumi. Sedangkan para penguasanya adalah orang-orang yang paling dhalim. Karena dengan disingkirkannya syari’at islam akan muncul berbagai kedhaliman-kedhaliman di masyarakat. Saat itulah kaum muslimin wajib untuk menjauhi para penguasa tersebut dan tidak cenderung pada mereka serta tidak menjadi pegawai-pegawainya yang memiliki kedudukan strategis untuk menguatkan kedhalimannya. Itulah bukti keimanan, yaitu menjaui kemungkaran dengan hatinya jika memang iman itu masih tersisa dihati. Tidak ada daya dan kekuatan untuk bisa istiqamah dizaman penuh fitnah kecuali atas rahmat Allah Ta’ala. [ Amru ].

Filed under: Tafsir, Uncategorized

8 Responses

  1. nurse-id berkata:

    ustadz, bagaimana dengan partai yang mengaku islam itu???

    • admind berkata:

      jika memang tidak ada paksaan dan kebodohan serta ta’wil serta penghalang kekafiran yang lainnya, maka hukumnya sama secara umum. yaitu ikut dan berpartisipasi dalam membantu kedhaliman. walllahu a’lam.

  2. Abu Yahya berkata:

    ustadz ‘afwan ana mau tanya.
    Insya Allah dalam masalah mengkafirkan penguasa di negeri ini dan asnharnya ana sudah mantab.
    Tetapi ada seorang teman saya yang mengkafirkan seluruh salafi mazh’um dan orang 2 yang tidak mengkafirkan SBY dari orang-orang awam meskipun mereka telah mengkufuri demokrasi. Dia juga konsekuen tidak mau sholat jama’ah dan sholat jum’at.
    Apakah ini dibenarkan ?

    Kalau saya beranggapan harus ada iqomatul hujjah dulu karena dalam pandangan saya mereka memiliki syubhat ? Apalagi bagi para penuntut ilmu yang masih pemula.
    Bagaimana pendapat ustadz?

    Kemudian apa ustadz ada kitab2 dari beberapa syaikh yang meluruskan kitab Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz “Al Jami’ fii Tholibil ‘Imi…” atau mungkin bisa download di situs mana?
    Saya benar-benar membutuhkan bantuan dan pencerahan ustadz. Barakallahufiik.

    • admind berkata:

      ada buku buku yg cukup bagus membahas tentang masalah takfir. diantaranya; qowa’idun fit takfir, al ‘udzru bil jahli waqiyamul hujjah. keduanya karangan abu basyir. bisa di download di situsnya abu basher.

      pengkafiran harus hati-hati. konsekwensinya berat. maka mengkafirkan orang-orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir itu adalh ketika kekafirannnya itu sudah jelas. dan jika kekafirannya belum jelas dan perlu penjelasan, maka harus ada bayanul hujjah dan intifa’il mawani’.

      kalau saya kurang sependapat dengan mengkafirkan salafi maz’um secara keseluruhan. karena memang pimpinan mereka tidak sama dengan pengikut mereka atau simpatisan mereka. lebih baiknya antum download ceramah syaikh abu qotadah al falestini membantah tentang orang-orang yang mengkafirkan salafi maz’um secara keseluruhan. bisa antum cari di google dengan kata kunci : – مناظرة الشيخ أبو قتادة مع الشيخ فيصل عن السلفية

      barakallahu fiikum

  3. Ridwan Mukhlis berkata:

    يَكُوْنُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ
    بِسُنَّتِي وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ
    فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ
    أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلأَمِيْرِ وَإِنْ ضَرَبَ ظَهْرَكَ
    وَأَخَذَ مَالَكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

    “Akan ada setelahku para penguasa yang tidak melakukan petunjuk-petunjukku dan
    tidak melakukan sunnah-sunnahku. Dan akan ada diantara mereka orang-orang yang
    hati-hati mereka adalah hati-hati syaitan yang terdapat di jasad manusia.” Aku
    (Hudzaifah) berkata, “Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal
    seperti ini?” Rasulullah bersabda, “Engkau tetap harus setia mendengar dan taat
    kepada pemimpin meskipun ia memukul punggungmu atau mengambil hartamu, maka
    tetaplah untuk setia mendengar dan taat!” (Riwayat Muslim)
    BAGAIMANA DENGAN HADIS INI USTADZ PADAHAL JELAS INI ADALAH PENGUASA DZOLIM YANG MIRIP PEMERINTAH KITA SEKARANG , KENAPA DI SINI MASIH DISURUH TA’AT SEDANGKAN DARI PENJELASAN USTAD MEREKA SUDAH KAFIR JADI PUSING SAYA, TOLONG PENCERAHANNYA .

  4. Dzulfiqar berkata:

    TOLONG DIJELASKAN apa arti dari =intifa’il mawani’.=

    • admind berkata:

      intifa’ul mawani’ adalah hilangnya halangan-halangan untuk dikafirkan. seperti bodoh, takwil, karena dipaksa, dll. silahkan antum cari di google untuk pembahasan lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan ke nurse-id Batalkan balasan