At Taujih

Mengawal Wacana Iqomatuddiin

JUJURKAH NIAT JIHAD KITA ?

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى وَاللَّفْظُ لِحَرْمَلَةَ قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا و قَالَ حَرْمَلَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي أَبُو niat jihadشُرَيْحٍ أَنَّ سَهْلَ بْنَ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ فِي حَدِيثِهِ بِصِدْقٍ

Artinya :”Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir dan Harmalah bin Yahya dan ini adalah lafadz Harmalah, Abu At Thahir berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan Harmalah mengatakan; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb telah menceritakan kepadaku Abu Syuraikh bahwa Sahl bin Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif telah menceritakan kepadanya dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengharapkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan mengangkatnya sampai ke derajat para syuhada’ meski ia meninggal dunia di atas tempat tidur.” Dan dalam hadits yang diriwayatkan Abu At Thahir tidak menyebutkan, ‘Dengan sungguh-sungguh.’”(HR. Muslim 1909 ).

Banyak diantara kaum muslimin yang merindukan jihad fisabilillah. Mereka berkeinginan jika dirinya ikut dalam kafilah untuk membela din Allah Ta’ala. Saking semangatnya, banyak diantara mereka yang agak memaksakan diri untuk berjihad padahal belum siap secara ilmu, jasad dan juga sarpra. Apalagi menyiapkan ummat untuk menerima, mendukung dan bahkan siap bergabung dalam berjihad fi sabilillah.
Usaha yang serius dengan melakukan tahapan-tahapan jihad sehingga ia benar-baner matang jika sewaktu-waktu diseru untuk jihad fisabilillah adalah hal yang penting, dari pada memaksakan diri untuk terjun kemedan jihad dengan tanpa persiapan apapun. Pada posisi apapun kita hari ini, jika memang berusaha untuk memperjuangkan din Allah dengan niat yang jujur, Allah akan tulis amal kita sebagai amalnya para syuhada’. Karena memang jihad membutuh seluruh komponen ummat untuk mendukungnya.

Yang mendapatkan pahala syahadah
Ada beberapa tingkatan dalam niat jihad fi sabilillah. Diantara tingkatan-tingkatan tersebut adalah;
Pertama; Mereka yang berjihad di jalan Allah Ta’ala dengan ikhlas. Mereka juga ikut dalam memerangi musuh-musuh Allah dengan tangannya. Mereka senantiasa memohon pada Allah agar deberikan nikmat mati syahid. Akan tetapi ketika meninggalnya, mereka ditakdirkan mati di atas tempat tidurnya. Maka orang yang seperti ini mendapatkan pahala kesyahidan secara sempurna dan tidak berkurang sedikitpun.

Orang seperti ini pada zaman sahabat adalah Kholid bin Walid radhiyallahu anhu. Beliau menjadi singa padang pasir dan dijuluki dengan saifullah al masluul (pedang Allah yang terhunus) tetapi meninggal di atas tempat tidur. Sampai-sampai beliau mengatakan “”Aku berjuang dalam banyak pertempuran mencari mati syahid, tidak ada tempat di tubuhku melainkan memiliki bekas luka tusuk tombak, pedang atau belati, namun inilah aku, mati di tempat tidur seperti unta tua mati. Semoga mata para pengecut tidak pernah tidur.”. Inilah contoh untuk tingkatan yang pertama.

Kedua ; Adalah orang yang melakukan berbagai sebab untuk mendapat syahadah. Ia juga berusaha untuk ikut bergabung dalam barisan para mujahidin. Ia juga senantiasa berdo’a pada Allah Ta’ala untuk digabungkan dengan para mujahidin. Akan tetapi karena beberapa hal ia tidak bisa berangkat ke medan jihad. Yang demikian itu Allah telah tuliskan baginya pahala sebagai seorang yang mati syahid, dan Allah Ta’ala akan memberikan beberapa keutamaan sebagaimana seorang syuhada’.

Imam An Nawawi menjelaskan tentang hadis di atas : Maknanya bahwa jika seseorang memohon kepada Allah mati syahid dengan sebenar-benarnya, maka Ia akan memberikan pahala syahid walaupun mati di atas tempat tidur. Di dalamnya juga ada perintah untuk meminta syahadah dan juga niat-niat kebaikan. ( syarh Muslim 13/55 ).

Ketiga ; Mereka yang berniat untuk berjihad di jalan Allah tetapi hanya sekedar niat tanpa melaksanakan berbagai persiapan untuk berjihad, dan tidak berusaha untuk mendapatkan mati syahid, maka dia hanya mendapat pahala niat saja. Dan ia tidak mendapatkan pahala syahid sebagaimana orang yang meninggal di peperangan.

Tentang hal ini ada sebuah perkataan Ibnul Qoyyim yang sangat bagus. Beliau berkata :
Pertama adalah orang yang udzur untuk bergabung dengan para mujahidin. Niatnya sangat kuat dan tidak sedikitpun menyelisihi niatnya. Ketidak berangkatan dia karena memang betul-betul beberapa faktor yang masyru’. Maka orang yang demikian akan mendapatkan pahala sebagaimana seorang mujahid. Karena kaidah syari’at bahwa sebuah niat yang bulat jika dibarengi dengan ketidak mampuan untuk melaksanakannya atau hal-hal yang mengarah kesana, maka orang yang berniat tersebut mendapat pahala ataupun dosa sebagaimana orang-orang yang diniatkannya secara sempurna. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ;

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
‘apabila dua muslim bertemu dengan pedangnya (berbunuhan), maka yang membunuh dan yang dibunuh di neraka.’ Lalu kami bertanya, ‘Ini yang membunuh, lalu bagaimanakah yang dibunuh?’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya ia (orang yang terbunuh) berkeinginan keras untuk membunuh temannya.’” (Shohih Al-Bukhory no. 31, 6481, 6672)

Kelompok yang kedua : Adalah mereka berniat jihad tetapi bukan karena udzur yang syar’i. iapun juga tidak memiliki keinginan yang kuat, maka tidaklah mereka mendapatkan kedudukan sebagai orang yang mati syahid. Bahkan Allah Ta’ala melebihkan para mujahidin dibandingkan orang yang mendapatkan udzur syar’I, apalagi mereka yang tidak berjihad dengan udzur yang tidak syar’i. ( Thoriqul hijrotain 359 )

Berkata Imam Al Manawi rahimahullah : “walaupun mati di atas tempat tidurnya” yang demikian itu karena ia telah berniat pada kebaikan dan ia melaksanakan apa yang mampu untuk menuju kesana. Maka pahalanya sama dengan pelakunya. Walau kesamaan ini tidak sama secara keseluruhannya. Karena memang pahala pada sebuah amal serta sebuah niat bertingkat-tingkat tergantung kekuatan niat seseorang. Barang siapa berniat haji tetapi tidak memiliki harta untuk berhaji, maka tidak sama dengan orang yang berangkat haji. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang meninggal dan mendapatkan syahadah lebih tinggi derajadnya dibandingkan orang yang meninggal di atas tempat tidur, walau orang yang meninggal mendapatkan kedudukan sebagai syuhada’. Keduanya walaupun mendapatkan pahala yang sama, tetapi amalan orang yang telah berjihad lebih mulia. Itulah keutamaan Allah yang Ia berikan pada orang-orang yang dikehendaki-Nya. ( Faidhul Qodir : 6/186 ).

Apa yang disampaikan oleh Al manawi di atas sebagaimana disebutkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :
لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ : يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ ، وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا ، وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ

“Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih).

Demikianlah pemaparan dari hadist di atas. Yang menjadi pertanyaan, dimanakah posisi kita hari ini ?. Apakah kita termasuk para mujahidin yang berada di front dengan berbagai beban jihad ?. Ataukah kita termasuk orang yang berkeinginan untuk berjihad dan mempersiapkan segala sesuatunya berupa kekuatan iman dan fisik ?. Atau mungkin kita baru tingkatan niatan dan belum ada realisasinya ?. Yang jelas kita harus berusaha untuk mendapatkan kesyahidan dengan mengusakan sebab-sebabnya dan jangan lupa berdo’a. Serta janganlah sekali-kali berniat untuk mati syahid, tetapi juga berniat untuk mati di tempat tidur. Karena tidaklah orang yang memiliki niat tersebut kecuali orang yang terjangkiti kemunafikan. ( Amru ).

Filed under: makalah

Tinggalkan komentar