At Taujih

Mengawal Wacana Iqomatuddiin

YANG HANCUR KARENA WAKTU

Kehidupan terus berjalan, bergulir seiring putaran waktu yang mengiringi langkah-langkah kita. Sejak terbit matahari sampai terbenam di upuk Barat, menemani ke peraduan. Tidak ada yang berbeda diantara kita dalam jumlah waktu yang dimiliki, tetap 24 jam sehari. Ia datang dan lalu pergi. Hanya orang-orang yang mampu berpikir dan menggunakan waktu dengan bijaklah, yang mampu “berhasil” mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sebaliknya, kehinaan dan kenestapaanlah yang akan dimiliki oleh orang-orang yang malas dan gagal dalam menggunakan waktunya.

Waktu ibarat desiran angin, yang terkadang meninobobokan, membuat terkantuk bahkan tertidur lelap. Ia ada di setiap penjuru kota dan desa, di gunung dan di pantai, di sudut-sudut ruang kehidupan. Pergerakannya kadang tak disadari. Kehadirannya terlupakan padahal setiap harinya, ia menemani setiap langkah kita. Itulah sang waktu, kita akan merugi jika tidak menggunakan waktu secara bijak.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan kepada kita bahwa waktu luang merupakan salah satu di antara dua kenikmatan yang telah diberikan Allah Ta’ala kepada manusia. Tetapi sangat disayangkan, banyak di antara manusia yang melupakan hal ini dan terlena dengannya. Beliau bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (HR. Bukhari & Muslim)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (18/219) membawakan perkataan Ibnu Baththol. Beliau mengatakan, ”Makna hadits ini adalah bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang mendapatkan seperti ini, maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan lalai dari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Di antara bentuk syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, dialah yang tertipu.”

Ibnul Jauzi dalam kitab yang sama mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun dia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dalam aktivitas dunia. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun dia dalam keadaan sakit. Apabila tergabung kedua nikmat ini, maka akan datang rasa malas untuk melakukan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”

Dari pemaparan diatas kita bisa ambil kesimpulan bahwa waktu adalah sesuatu yang banyak dilupakan manusia. Maka beruntunglah orang yang dapat mengelolanya dengan baik, dan merugilah orang-orang yang terperdaya oleh waktu sehingga tidak sempat beramal shalih hingga maut menjemput.

Mereka yang rugi karena waktu

Ada diantara manusia yang rugi karena waktu ini. Mereka tidak dapat membawa raport yang baik di akhirat sana. Penyesalan demi penyesalan mereka ucapakan karena kelalaian mereka saat muda dan saat kesempatan beramal masih terbuka. Diantara kerugian yang mengakibatkan penyesalan tersebut antara lain ;

Pertama : Orang-orang yang menunda untuk beramal shalih. Kita sering emngatakan “Iya nanti sajalah”, demikian yang dikatakan dalam rangka menunda-nunda pekerjaaan atau amalan padahal masih bisa dilakukan saat itu. Sebenarnya hal itu dilakukan karena rasa malas, menunda-nunda untuk belajar islam, menunda-nunda memakai jilbab, berinteraksi dengan bank ribawi, dan perbuatan baik lainnya. Kadang ada keinginan untuk bertaubat, tetapi terkadang keinginan itu ditunda menunggu waktu tua atau 2 sampai 3 tahun kedepan. Hingga datang waktunyapun ia masih ingin menunda amalan tersebut hingga waktu yang tidak menentu. Padahal ajal bisa datang sewaktu-waktu hingga putuslah waktu untuk bertaubat dan beramal shalih.

Perlu diketahui saudaraku, perkataan, “nanti sajalah” dalam rangka menunda-nunda kebaikan, ini adalah bagian dari “tentara-tentara iblis”. Demikian kata sebagian ulama salaf.
Menunda-nunda kebaikan dan sekedar berangan-angan tanpa realisasi, kata Ibnul Qayyim bahwa itu adalah dasar dari kekayaan orang-orang yang bangkrut.

إِنَّ الْمَنَّى رَأْسُ أَمْوَالِ الْمَفَالِيْسِ
“Sekedar berangan-angan (tanpa realisasi) itu adalah dasar dari harta orang-orang yang bangkrut.” [ Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 1/456, Darul Kutub Al ‘Arobi ].

Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati-hati dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.” [ Dinukil dari Ma’alim fii Thoriq Tholabil ‘Ilmi, Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin ‘Abdillah As Sadhaan, 30, Darul Qobis ]

Jika memang ada kesibukan lain dan itu juga kebaikan, maka sungguh hari-harinya sibuk dengan kebaikan. Tidak masalah jika ia menset waktu dan membuat urutan manakah yang prioritas yang ia lakukan karena ia bisa menilai manakah yang lebih urgent. Namun bagaimanakah jika masih banyak waktu, benar-benar ada waktu senggang dan luang untuk menghadiri majelis ilmu, mebaca al qur’an dan dzikir-dzikir harian, menulis hal manfaat, melaksanakan ibadah lantas ia menundanya. Ini jelas adalah sikap menunda-nunda waktu yang kata Ibnul Qayyim termasuk harta dari orang-orang yang bangkrut. Maka, tidaklah ia akan mendapatkan kecuali kerugian dan kerugian.

Imam Hasan al Bashri juga berkata : Janganlah benda dunia fana yang sedikit ini melenakan dirimu, demikian juga janganlah mengukur-ukur dirimu. Semua itu akan berlalu cepat mengikis umurmu. Kejarlah amalmu, jangan lagi katakan: “Besuk dan besuk.” Karena kamu tidak pernah tahu kapan kamu akan kembali menemui rob-mu. [ hilyatul auliya’ II/140 ].

Kedua : Mereka yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki amal shalih saat di dunia. Keinginan dan harapan, bukan hanya milik orang-orang yang masih hidup. Keinginan dan harapan juga milik mereka yang telah mati. Jika Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menjelaskan keinginan orang-orang shalih di alam kubur adalah kembali ke keluarga untuk menyampaikan berita gembira, maka keinginan orang-orang durhaka juga ingin dikembalikan hidup di dunia agar dapat beramal shalih. Walau kedua-duanya juga tak bisa memenuhi keinginan dan harapan mereka.

Ayat-ayat Al Quran dan hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menuturkan kepada kita bagaimana keinginan mereka saat ada di alam akhirat. Salah satu keinginan mereka adalah, keinginan mendirikan shalat, meski hanya dua rakaat. Ini dijelaskan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu yang meriwayatkan hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam saat melewati sebuah makam. “Siapakah yang dikubur di sini?” tanya Rasul alaihi wasallam. Para sahabat menjawab, “Ini kuburan fulan.” Rasul sallallahu alaihi wasallam mengatakan, “Shalat dua rakaat lebih diinginkan oleh penghuni kubur ini ketimbang apa yang tersisa dari dunia kalian.”

Harapan dan keinginan lain dari orang-orang yang telah wafat dalam kelalaian adalah, shadaqah. Ya, mereka ingin kembali ke dunia beberapa saat saja untuk bisa bershadaqah. Harapan mereka tercantum dalam firman Allah Ta’ala dalam surat Al Munafiqun ayat 10-11: “Berinfaqlah kalian dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian, sebelum datang pada salah seorang kalian dan ia mengatakan: “Ya Tuhan ku seandainya Engkau tunda kematianku sebentar saja, agar aku bisa bersedekah dan menjadi orang shalih….”

Mereka sadar, shadaqah adalah amal yang paling dicintai Allah Ta’ala. Shadaqah jugalah yang mampu mematikan kemarahan Allah Ta’ala. Mereka ingin kembali hidup, karena mereka tahu nilai shadaqah yang bisa dibanggakan dari amal-amal lainnya. Mereka sudah tahu betapa besar nilai dan pahala shadaqah, dan betapa besar kerugian orang yang melalaikannya. Tapi, lagi-lagi harapan itu tak mungkin membuka kesempatan. Semua telah lewat. Karena itulah mereka memendam keinginan untuk kembali ke dunia dan bersadaqah, lantaran sebelumnya mereka lebih banyak membelanjakan harta untuk kepuasan nafsu.

Keinginan ketiga yang diucapkan oleh orang-orang lalai dan telah wafat adalah, kembali ke dunia untuk menjadi orang-orang shalih. Mereka ingin melakukan amal shalih, taat kepada Allah, berdzikir kepada Allah meskipun satu kalimat. Mereka sangat ingin mengucapkan tasbih meski satu kali, mengeluarkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallah meski satu kali. Simaklah bagaimana firman Allah swt tentang harapan mereka, “Sampai ketika salah seorang mereka didatangkan kematian, ia berkata, “Ya Tuhanku kembalikanlah aku untuk bisa beramal shalih terhadap apa yang aku tinggalkan… “ (QS. Al Muminun : 99 – 100).

Orang-orang yang telah mati, kesempatan mereka telah habis. Mereka berada di alam yang lain, alam akhirat. Di sanalah mereka mengetahui apa yang mereka terima dari amal-amal mereka di dunia. Di sanalah mereka mengetahui penyesalan tak terkatakan dari menyia nyiakan waktu. Mereka menyadari bahwa waktu tak mungkin dibeli dengan seluruh harta dunia apapun. Karena itulah mereka sangat mengangankan satu amal shalih sedikit saja untuk bisa mengambil pahala dari amal itu.

Dengan pemaparan di atas, maka kita harus berkata pada diri kita “beramallah sekarang sebelum terlambat.” Tidak ada lagi kata nganggur untuk beramal shalih. Jangan gadaikan masa depan kita di dunia dan akhirat karena bodohnya kita dalam mengelola waktu. Tidak ada kata terlambat sebelum ajal menjemput !. Mulailah dari sekarang !. Allah bersama-sama dengan orang yang bersungguh-sungguh. [ Amru ]

Filed under: Uncategorized

Tinggalkan komentar